Wujud Kebudayaan Manusia dalam Tanggung Jawab![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOElZ1iWIGPE8sagsBrqsZsZtlO-WRb2PuhimiMGCkylEsjIkpzXhJjUe8Iii_pxeFsQ-4NggH6Su2Z0cckxmrecVvm7F8bttV_r7iZmLGpiequW9a6htRkuMYAhClAT0XOSnefnDozEgf/s320/pemerintah-melepaskan-diri-dari-tanggung-jawabnya.jpg)
A. PENGERTIAN TANGGUNG JAWAB
Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah, keadaan
wajib menanggung segala sesuatu, sehingga bertanggung jawab menurut kamus umum
Bahasa Indonesia adalah berkewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung
segala sesuatunya atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya.
Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau
perbuatan yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Tanggung jawab juga
berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban.
Seorang mahasiswa mempunyai kewajiban belajar, Bila belajar, maka
hal itu berarti ia telah memenuhi kewajibannya. Berarti ia telah bertanggung
jawab
atas bannya. Sudah
tentu bagaimana kegiatan belajar si mahasiswa, itulah kadar pertanggung jawabannya,
Bila pada ujian ia mendapat nilai A, B atau C itulah kadar pertanggung
jawabannya.
Seseorang
mau bertanggung jawab karena ada kesadaran atau keinsafan atau pengertian atas
segala perbuatan dan akibatnya dan atas kepentingan pihak lain. Timbulnya tanggung
jawab karena manusia itu hidup bermasyarakat dan hidup dalam lingkungan alam.
Manusia tidak boleh berbuat semaunya terhadap manusia lain dan terhadap alam
lingkungannya. Manusia menciptakan keseimbangan, keselarasan, antara sesama
manusia dan antara manusia dan lingkungan.
Tanggung
jawab bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian kehidupan manusia, bahwa
setiap manusia pasti dibebani dengan tanggung jawab. Apabila ia tidak mau
bertanggung jawab, maka ada pihak lain yang memaksa tanggung jawab itu. Dengan
demikian tanggung jawabitu dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi yang
berbuat dan dari sisi yang kepentingan pihak lain. Dari sisi si pembuat ia
harus menyadari akibat perbuatannya itu dengan demikian ia sendiri pula yang
harus memulihkan ke dalam keadaan baik. Dari sisi pihak lain apabila si pembuat
tidak mau bertanggung jawab, pihak lain yang akan memulihkan baik dengan cara
individual maupun dengan cara kemasyarakat.
Apabila
dikaji, tanggung jawab itu adalah kewajiban atau beban yang harus dipikul atau
dipenuhi, sebagai akibat perbuatan pihak yang berbuat, atau sebagai akibat dari
perbuatan pihak lain, atau sebagai pengabdian, pengorbanan pada pihak lain.
Kewajiban beban itu ditujukan untuk kebaikan pihak yang berbuat sendiri atau
pihak lain
Tanggung
jawab adalah ciri manusia beradab (berbudaya). Manusia merasa bertanggung jawab
karena ia menyadari akibat baik atau buruk perbuatannyaitu, dan menyadari pula
bahwa pihak lain memerlukan pengabdian atau pengorbanannya. Untuk memperoleh
atau meningkatkan kesadaran bertanggung jawab perlu ditempuh usaha melalui
pendidikan, penyuluhan, keteladanan dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
B. MACAM-MACAM TANGGUNG JAWAB
Manusia itu berjuang
adalah memenuhi keperluannya sendiri atau untuk keperluan pihak lain. Untuk itu
ia menghadapi manusia lain dalam masyarakat atau menghadapi lingkungan alam.
Dalam usahanya itu manusia juga menyadari bahwa ada kekuatan lain yang ikut
menentukan, yaitu kekuasaan Tuhan. Dengan demikian tanggung jawab itu dapat
dibedakan menurut keadaan manusia atau hubungan yang dibuatnya, atas dasar ini,
lalu dikenal beberapa jenis tanggung jawab, yaitu
1.
Tanggung jawab terhadap diri sendiri
Tanggung
jawab terhadap diri sendiri menentukan kesadaran setiap orang untuk memenuhi
kewajibannya sendiri dalam mengembangkan kepribadian sebagai manusia pribadi.
Dengan demikian bisa memevahkan masalah-masalah kemanusiaan mengenai dirinya
sendiri menurur sifat dasarnya manusia adalah mahluk bermoral, tetapi manusia
juga pribadi. Karena merupakan seorang pribasi maka manusia mempunyai pendapat
sendiri, perasaan sendiri, berangan-angan sendiri. Sebagai perwujudan dari
pendapat, perasaan dan angan-angan itu manusia berbuat dan bertindak. Dalam hal
ini manusia tidak luput dari kesalahan, kekeliruan, baik yang sengaja maupun
yang tidak.
2.
Tanggung jawab terhadap keluarga
Keluarga
merupakan masyarakat kecil. Keluarga terdiri dari suami, ister, ayah, ibu
anak-anak, dan juga orang lain yang menjadi anggota keluarga. Tiap anggota
keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarga. Tanggung jawab ini menyangkut
nama baik keluarga. Tetapi tanggung jawab juga merupakan kesejahteraan,
keselamatan dan kehidupan.
3.
Tanggung jawab terhadap masyarakat
Pada
hakekatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain, sesuai dengan
kedudukannya sebagai mahluk sosial. Karena membutuhkan manusia lain maka ia
harus berkomunikasi dengan manusia lain. Sehingga dengan demikian manusia
disini merupakan anggota masyarakat yang tentunya
mempunyai
tanggung jawab seperti anggota masyarakat yang lain agar dapat melangsungkan
hidupnya dalam masyrakat tersebut. Wajarlah apabila segala tingkah laku dan
perbuatannya harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.
4.
Tanggung jawab kepada Bangsa / negara
Suatu
kenyataan lagi, bahwa tiap manusia, tiap individu adalah warga negara suatu
negara. Dalam berpikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku manusia tidak dapat
berbuat semaunya sendiri. Bila perbuatan itu salah, maka ia harus bertanggung
jawab kepada negara
5.
Tanggung jawab terhadap Tuhan
Tuhan
menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa tanggung jawab, melainkanuntuk
mengisa kehidupannya manusia mempunyai tanggung jawab lngsung terhadap Tuhan.
Sehingga tindakan manusia tidak bisa lepas dari hukum-hukum Tuhan yang
dituangkan dalam berbagai kitab suci melalui berbagai macam agama. Pelanggaran
dari hukum-hukum tersebut akan segera diperingatkan oleh Tuhan dan juka dengan
peringatan yang keraspun manusia masih juga tidak menghiraukan maka Tuhan akan
melakukan kutukan. Sebab dengan mengabaikan perintah-perintah Tuhan berarti
mereka meninggalkan tanggung jawab yang seharusnya dilakukan manusia terhadap
Tuhan sebagai penciptanya, bahkan untuk memenuhi tanggung jawab, manusia perlu
pengorbanan.
C. PENGABDIAN DAN PENGORBANAN
Wujud
tanggung jawab juga berupa pengabdian dan pengorbanan adalah perbuat baik untuk
kepentingan manusia itu sendiri
1. Pengabdian
Pengabdian itu adalah
perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat ataupun tenaga sebagai perwujudan
kesetiaan, cinta, kasih sayang, hormat, atau satu ikatan dan semua itu
dilakukan dengan ikhlas.
Pengabdian
itu hakekatnya adalah rasa tanggung jawab, apabila orang bekerja keras sehari
penuh untuk mencukupi kebutuhan, hal itu berarti mengabdi kepada keluarga. Lain
halnya jika kita membantu teman dalam kesulitan, mungkin sampai berhari-hari
itu bukan pengabdian, tetapi hanya bantuan saja
Pengabdian kepada
agama atau kepada Tuhan terasa menonjolnya seperti yang dilakukan oleh para
biarawan dan biarawati. Pada umumnya mereka itu adalah orang-orang yang terjun
diladang Tuhan karena kesadaran moralnya, karena panggilan Tuhan. Mereka
meninggalakan keluarga dan tidak akan berkeluarga.
Pengabdian terhadap
negara dan bangsa yang juga menyolok antara lain dilakukan oleh pegawai negri
yang bertugas menjaga mercu suar di pulau yang terpencil. Mereka bersama keluarganya
hidup terpencil dari masyarakat ramai. Sementara itu setiap hari tiupan angin
kencang dari laut tidak pernah berhenti, apalagi bila terjadi badai. Mereka
bersunyi diri dalam pengabdian diri demi keselamatan kapal yang lalu lalang.
Kesenangan yang dapat dirasakan oleh pegawai negri dikota tidak dapat
dirasakan, mungkin sekali-sekali bila mereka memperoleh cuti.
2. Pengorbanan
Pengorbanan berasal
dari kata korban atau kurban yang berarti persembahan, sehingga pengorbanan
berarti pemberian untuk menyatakan kebaktian. Dengan demikian pengorbanan yang
bersifat kebaktian itu mengandung unsur keikhlasan yang tidak mengandung pamrih
suatu pemberian yang didasarkan atas kesadaran moral yang tulus ikhlas
semata-mata.
Pengorbanan dalam
arti pemberian sebagai tanda kebaktian tanpa pamrih dapat dirasakan bila kit
membaca atau mendengarkan kotbah agama. Dari kisah para tokoh agama atau nabi,
manusia memperoleh tauladan, bagaimana semestinya wajib berkorbanan.
Perbedaan antara
pengertian pengabdian dan pengorbanan tidak begitu jelas, karena adanya
pengabdian tentu ada pengorbanan . Antara sesama kawan, sulit dikatakan
pengabdian karena kata pengabdian mengandung arti lebih rendah
tingkatannya.
Tetapi untuk kata pengorbanan dapat juga diterapkan kepada sesama teman.
Pengorbanan merupakan
akibat dari pengabdian. Pengorbanan dapat berupa harta benda, pikiran,
perasaan, bahkan dapat juga berupa jiwanya. Pengorbanan diserahkan secara
ikhlas tanpa pamrih, tanpa ada perjanjian, tanpa ada transaksi, kapan saja
diperlukan.
Pengabdian lebih banyak menunjuk kepada perbuatan
sedangkan, pengorbanan lebih banyak menunjuk kepada pemberian sesuatu misalnya
berupa pikiran, perasaan, tenaga, biaya, waktu. Dalam pengabdian selalu
dituntut pengorbanan belum tentu menuntut pengabdian.
Wujud Kebudayaan Manusia dalam Keadilan
A. PENGERTIAN
KEADILAN
Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan
dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara kedua
ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem itu
menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan
dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang akan menerima
bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran terhadap proposi tersebut berarti
ketidak adilan.
Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri
manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan
perasaannya dikendalikan oleh akal.
Lain lagi pendapat Socrates yang
memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates , keadilan tercipta
bilamana warga negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan
tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan pada pemerintah, sebab pemerintah
adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat.
Kong Hu Cu berpendapat lain : Keadilan terjadi apabila anak
sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing
telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilai-nilai tertentu
yang sudah diyakini atau disepakati.
Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa
keadilan itu adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan
kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan menjalankan
kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang
memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama
dari kekayaan bersama.
Berdasarkan kesadaran etis, kita diminta unuk tidak hanya
menuntut hak dan lupa menjalankan kewajiban. Jika kita hanya menuntut hak dan
lupa menjalankan kewajiban , maka sikap dan tindakan kita akan mengarah pada
pemerasan dan memperbudak orang lain. Sebaliknya pula jika kita hanya
menjalankan kewajiban dan lupa menuntut hak, maka kita akan mudah diperbudak
atau diperas orang lain.
Sebagai contoh, seorang karyawan yang hanya menuntut hak
kenaikan upah tanpa meningkatkan hasil kerjanya tentu cenderung disebut
memeras. Sebaliknya pula, seorang majikan yang terus menerus menggunakan tenaga
orang lain, tanpa memperhatikan kenaikan upah dan kesejahteraan, maka perbuatan
itu menjurus kepada sifat memperbudak orang atau pegawainya. Oleh karena itu,
untuk memperoleh keadilan misalnya, kita menuntut kenaikan upah, sudah tentu
memperoleh keadilan misalnya kita menuntut kenaikan upah, sudah tentu kita
harus berusaha meningkatkan prestasi kerja kita. Apabila kita menjadi
majikan, kita harus berusaha
meningkatkan prestasi kerja kita. Apabila kita menjadi majikan, kita harus
memikirkan keseimbangan kerja mereka dengan upah yang diterima.
B . BERBAGAI MACAM KEADILAN
a. Keadilan Legal atau keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan
substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya.
Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang
menurut sifat dasarnya paling cocok baginya (Than man behind the gun). Pendapat
Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan Sunoto menyebutnya keadilan legal.
Keadilan timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk
memberi tempat yang selaras kepada bagian-bagian yang membentuk suatu
masyarakat. Keadilan terwujud dalam masyarakat bilamana setiap anggota
masyarakat melakukan fungsinya secara baik menurut kemampuannya. Fungsi
penguasa ialah membagi-bagikan fungsi-fungsi dalam negara kepada masing-masing
orang sesuai dengan keserasian itu. Setiap orang tidak mencampuri tugas dan
urusan yang tidak cocok baginya.
Ketidak adilan terjadi apabila ada campur tangan terhadap
pihak lain yang melaksanakan tugas-tugas yang selaras sebab hal itu akan
menciptakan pertentangan dan ketidak serasian. Misalnya seorang pengurus
kesehatan mencampuri urusan pendidikan, maka akan terjadi kekacauan.
b. Keadilan Distributif
Aristoles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana
hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara
tidak sama (justice is done when equals are treated equally) Sebagai contoh:
Ali bekerja 10 tahun dan budi bekerja 5 tahun. Pada waktu diberikan hadiah
harus dibedakan antara Ali dan Budi, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya
bekerja. Andaikata
Ali menerima Rp.100.000,-maka Budi
harus menerima Rp. 50.000,-. Akan tetapi bila besar hadiah Ali dan Budi sama,
juster hal tersebut tidak adil.
c. Keadilan Komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan
kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas
pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung
ekstrim menjadikan ketidak adilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan
pertalian dalam masyarakat.
Contoh :
Dr.Sukartono dipanggil seorang pasien, Yanti namanya, sebagai
seorang dokter ia menjalankan tugasnya dengan baik. Sebaliknya Yanti menanggapi
lebih baik lagi. Akibatnya, hubungan mereka berubah dari dokter dan pasien
menjadi dua insan lain jenis saling mencintai. Bila dr. sukartono belum
berkeluarga mungkin keadaan akan baik saja, ada keadilan komutatif. Akan tetapi
karena dr. sukartono sudah berkeluarga, hubungan itu merusak situasi rumah
tangga, bahkan akan menghancurkan rumah tangga. Karena dr. Sukartono melalaikan
kewajibannya sebagai suami, sedangkan Yanti merusak rumah tangga dr. Sukartono.
C. KEJUJURAN
Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang
sesuai dengan hati nuraninya, apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan
yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada.
Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang
dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut satu kata dan
perbuatan-perbuatan yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus sama dengan
perbuatannya. Karena itu jujur juga menepati janji atau kesanggupan yang
terlampir melalui kata-kata ataupun yang masih terkandung dalam nuraninya yang
berupa kehendak, harapan dan niat.
ya
berarti mendustai diri sendiri. Apabila niat telah terlahirdalam kata-kata,
padahal tidak ditepati, maka kebohongan disaksikan orang lain. Sikap jujur
perlu dipelajari oleh setiap orang, sebab kejujuran mewujudkan keadilan, sedang
keadilan menuntut kemulian abadi, jujur memberikan keberanian dan ketentraman
hati, agama dengan sempurna, apabila lidahnya tidak suci. Teguhlah pada
kebenaran, sekalipun kejujuran dapat merugikan, serta jangan pula pendusta,
walaupun dustamu dapat menguntungkan. Seseorang yang tidak menepati niatn
Barang siapa berkata jujur serta bertindak sesuai dengan kenyataan,
artinya orang itu berbuat benar.
Orang bodoh yang jujur adalah lebih baik daripada oarang
pandai yang lacung. Barang siapa tidak dapat dipercaya tutur katanya, atau
tidak menepati janji dan kesanggupannya, maka termasuk golongan orang munafik
sehingga tidak menerima bel;as kasihan Tuhan.
Pada hakekatnya jujur atau kejujuran dilandasi oleh kesadaran
moral yang tinggi, kesadaran pengakuan akan adanya sama hak dan kewajiban,
serta rasa takut terhadap kesalahan atau dosa.
Adapun kesadaran moral adalah kesadaran tentang diri kita
sendiri karena kita melihat diri kita sendiri berhadapan dengan hal baik buruk.
Disitu manusia dihadapkan kepada pilihan antara halal dan yang haram, yang
boleh dan yang tidak boleh dilakukan, meskipun dapat dilakukan. Dalam hal ini
kita melihat sesuatu yang spesifik atau khusus manusiawi. Dalam dunia hewan
tidak ada soal tentang jujur dan tidak jujur, patut dan tidak patut, adil dan
tidak adil.
Kejujuran bersangkut erat dengan masalah nurani. Menurut M.
Alamsyah dalam bukunya Budi nurani, filsafat berfikir, yang disebut nurani
adalah sebuah wadah yang ada dalam perasaan manusia. Wadah ini menyimpan suatu
getaran kejujuran, ketulusan dalam meneropong kebenaran Moral maupun kebenaran
Illahi. Nurani yang diperkembangkan dapat menjadi budi nurani yang merupakan
wadah yang menyimpan keyakinan. Jadi getaran kejujuran ataupun ketulusan dapat
ditingkatkan menjadi suatu keyakinan, dan atas diri keyakinan maka
seseorang diketahui pribadinya. Orang
yang memiliki ketulusan tinggi akan memiliki kepribadian yang burukdan rendah
dan sering yakin pada dirinya . karena apa yang ada dalam nuraninya banyak
dipengaruhi oleh pikirannya yang kadang-kadang justru bertentangan.
Bertolak ukur hati nurani seseorang dapat ditebak perasaan
moril dan susilanya, yaitu perasaan yang dihayati bila ia harus menentukan
pilihan apakah hal itu baik atau buruk, benar atau salah. Hati nurani bertindak
sesuai dengan norma-norma kebenaran akan menjadikan manusianya memiliki
kejujuran, ia akan menjadi manusia jujur. Sebaliknya orang yang secara terus
menerus berpikir atau bertindak bertentangan dengan hati nuraninya akan selalu
mengalami konflik batin, ia akan terus mengalami ketegangan dan sifat
kepribadiannya yang semestinya tunggal jadi terpecah. Keadaan demikian sangat
mempengaruhi pada jasmanimaupun rokhaninya yang menimbulkan penyakit
psikoneorosa. Perasaan etis atau susila ini antara lain wujudnya sebagai
kesadaran akan kewajiban, rasa keadilan ataupun ketidak adilan.
Nilai-nilai etis ini dikaitkan dengan hubunhan manusia dengan
manusia lainnya.
Selain nilai etis yang ditujukan kepada sesama manusia, hati
nurani berkaitan erat juga dalam hubungan manusia dengan Tuhan. Manusia yang
memiliki budi nurani yang amat peka dalam hubungannya dengan Tuhan adalah
manusia agama yang selalu ingat kepadaNya, sebagai sang Pencipta, selalu
mematuhi apa yang diperintahnya, berusaha untuk tidak melanggar laranganNYa,
selalu mensyukuri apa yang diberikanNYa, selalu merasa dirinya berdosa bila
tidak menurut apa yang digariskanNYa, akan selalu gelisah tidur bila belum
menjalankan ibadah untukNya.
Berbagai hal yang menyebabkan orang berbuat tidak jujur,
mungkin karena tidak rela, mungkin karena pengaruh lingkungan, karena sosial
ekonomi, terpaksa ingin populer, karena sopan santun dan untuk mendidik.
Dalam kehidupan sehari-hari jujur atau tidak jujur merupakan
bagian hidup yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri.